Banyak pemasar yang masih menganggap bahwa rencana adalah sama dengan strategi. Kesalahan inilah yang juga terjadi pada content marketing, kebanyakan pemasar pemula menganggap content strategy sama dengan content plan. Padahal keduanya sama sekali berbeda.Banyak pemasar yang masih menganggap bahwa rencana adalah sama dengan strategi. Kesalahan inilah yang juga terjadi pada content marketing, kebanyakan pemasar pemula menganggap content strategy sama dengan content plan. Padahal keduanya sama sekali berbeda.
Mengapa pemasar pemula banyak yang salah mengartikan rencana sebagai strategi dan strategi sebagai rencana? Karena kebanyakan pemasar hanya melihat hasil pekerjaan yang ingin mereka lihat yakni berupa kalender konten yang kemudian dikerjakan oleh para tim kreatif untuk menjadi konten.
Kesalahan mindset seperti ini sebenarnya fatal. Kenapa? karena strategi jauh lebih kompleks dibandingkan dengan rencana. Content strategy tidak hanya mencakup tentang alur pengerjaan konten, timeline kerja, eksekusi produksi dan distribusi yang ada pada content plan. Content strategy meliputi segala hal yang dibutuhkan sebelum sebuah rencana lahir.
Apa saja yang dibutuhkan untuk menyusun sebuah strategi konten?
1. Brand Goal
Langkah pertama yang dibutuhkan untuk menyusun strategi tentu saja adalah menentukan tujuan. Brand harus benar-benar tahu apa tujuan yang ingin dicapai. Brand tidak bisa bimbang untuk menentukan arah yang ingin dicapai.
Dalam marketing, tujuan marketing tentu beragam. Tapi Brand harus bisa menentukan satu tujuan untuk satu strategi yang disusun. Misalnya Brand ingin membangun Brand Awareness dan mendatangkan traffic. Maka pendekatan strategi akan difokuskan pada arus audiens dibandingkan untuk membuat audiens membeli produk.
2. Brand Audit
Seorang pemasar harus bisa mengetahui bagaimana kondisi Brand. Audit di sini yang dimaksud adalah mengetahui bagaimana aspek STP (Segmentasi, Target, Posisi) dari sebuah Brand. Ini meliputi seperti siapa target audiens, di mana letak audiens berkumpul, dan apa yang mereka butuhkan.
Seluruh informasi tersebut ada pada Brand yang kemudian diteruskan dalam bentuk konten. Konten harus seiring dengan jiwa brand. Jila konten tidak seiring dengan branding, bisa-bisa konten malah salah sasaran dan tidak efektif bahkan bisa merusak citra brand.
Selain itu audit juga perlu dilakukan untuk mengetahui karakter branding seperti warna, bahasa, tipografi, sifat, dan juga kepribadian brand. Audit ini dibutuhkan untuk membangun citra konten yang tepat sesuai dengan panduan Brand Guideline.
3. Resource Audit
Lalu setelah audit brand, lalu apa? Agar strategi bisa tereksekusi dengan baik, perlu dilakukan audit sumber daya. Sebuah brand perlu mengetahui seberapa besar sumber daya yang dimiliki untuk melakukan sebuah strategi. Audit sumber daya ini meliputi berapa budget yang tersedia, berapa tenaga kerja yang tersedia dan juga waktu yang dimiliki untuk mengeksekusi strategi.
Bila brand tidak melakukan audit sumber daya, strategi yang sudah disusun bisa jadi tidak bisa dieksekusi karena kekurangan sumber daya. Alhasil strategi menjadi sia-sia dan goal brand tidak bisa tercapai.
4. Analisis kompetitor
Bisnis tidak pasti memiliki pesaing. Baik itu pesaing langsung maupun pesaing tidak langsung. Untuk mengetahui persaingan kita perlu melihat bagaimana tindakan kompetitor menjalankan marketing.
Tujuan dari analisis kompetitor bukan untuk menyontek metode dan cara pesaing tetapi untuk melihat peluang apa yang bisa brand lakukan untuk mencapai goal.
Analisis kompetitor juga bisa membuat brand menjadi lebih mengerti bagaimana audiens yang akan dihadapi saat strategi dieksekusi. Hal ini akan membantu brand untuk tidak melakukan kesalahan.
5. Rencana
Nah barulah kita masuk dalam pembahasan rencana atau plan. Rencana marketing atau dalam bahasan ini adalah content plan memiliki beberapa tahapan yang detil yang dirumuskan berdasarkan tahap-tahap strategi sebelumnya seperti menentukan goal, audit brand, audit sumber daya dan analisis kompetitor.
Pada tahap rencana kita bisa mulai menyusun seperti apa rencana aksi yang akan dilakukan untuk bisa mencapai goal. Dari tahap ini saja, sudah jelas bahwa content strategy berbeda dengan content plan. Content plan biasanya berisi tentang konten apa yang diproduksi, bagaimana konten akan diproduksi. Siapa yang memproduksi, kapan diproduksi, dan dimana konten distribusikan.
Sederhananya, content plan melingkupi 4W 1 H, Apa (what), Siapa (who), Kapan (when), Di mana (where), dan Bagaimana (how). Sementara aspek Mengapa atau why sudah dijawab pada empat tahap sebelum rencana konten disusun.
Betul bahwa content plan adalah tahap inti dari sebuah strategi. Tahap ini adalah tahap aksi yang terlihat wujud pekerjaannya. Setiap aspek pada plan perlu untuk dieksekusi dengan akurat. Terutama saat produksi konten dan juga distribusi konten karena keduanya menentukan apakah sebuah konten mendapat performa yang baik atau tidak.
Bicara tentang performa konten, maka kita memasuki pada tahap strategi yang keenam yakni monitoring.
6. Monitor Performa
Setiap konten perlu diawasi performanya. Supaya brand bisa benar-benar tahu mana konten yang berhasil dan mana konten yang tidak berhasil. Lewat performa brand juga bisa merencanakan kembali konten apa yang sebaiknya lebih intensif diproduksi di masa mendatang.
Tanpa proses monitoring performa, brand bisa seperti berjalan di jalan yang gelap. Brand tidak tahu apakah jalan yang ditempuh adalah benar. Akibatnya, brand bisa saja merasa jalan terus menuju tujuan, tapi ternyata brand malah berjalan ke arah yang salah.
Salah satu cara terbaik untuk melihat performa adalah dengan menggunakan tools analisa seperti Google Analytics.
7. Analisis dan Rekomendasi
Setelah monitor performa dilakukan. Bisa bisa mendapatkan data-data yang diperlukan untuk melakukan analisis. Langkah ini sebenarnya bisa menjadi satu dengan proses monitor tetapi analsis memang membutuhkan kemampuan yang berbeda dari proses monitoring. Itu sebabnya analsis dan rekomendasi ada di tahap akhir sebuah strategi konten.
Dari data-data yang ada maka brand bisa mengolahnya menjadi penemuan-penemuan dan kesimpulan. Dari penemuan dan kesimpulan brand kemudian bisa membuat rekomendasi untuk rencana konten selanjutnya atau bahkan perlu menyusun kembali strategi dari awal.
Tentu menyusun strategi dari awal cukup memakan waktu, biaya dan tenaga. Namun jika ternyata brand menemukan bahwa terjadi kesalahan keputusan yang fatal, rombak strategi adalah solusinya.
Sedangkah jika hasil analisis menemukan bahwa brand tetap mengarah pada goal yang ditentukan namun performa belum maksimal, maka rencana konten atau content plan bisa diubah dan diperbaiki. Tujuannya adalah agar brand bisa menghasilkan konten yang punya performa lebih baik.
Kesimpulan
Nah, dari penjelasan strategi di atas, maka jelas kalau content strategy itu berbeda dengan content plan. Anda bisa ibaratkan strategi dalam sebuah misi militer yang melibatkan aktivitas persiapan, aktivitas intelejen, dan juga perencanaan taktik di lapangan. Semua harus terintegrasi untuk mencapai tujuan yang jelas.
Jadi, mulai sekarang Anda bisa atur kembali bagaimana Brand Anda menyusun strategi konten dan bagaimana merencanakan eksekusi yang tepat.
Kesalahan menyusun strategi akan membuat rencana menjadi salah sasaran yang akan berakibat kemana-mana. Mulai dari produksi yang tidak optimal, kordinasi tim yang berantakan, keterlambatan distribusi bahkan bisa sampai salah menyimpulkan hasil analisis. Jadi lebih baik perhatikan dulu strategi konten Anda baru kemudian susun rencana dengan lebih matang.
Semoga bermanfaat.
Referensi:
Marketmuse, What is Content Strategy
Backlinko, Content Strategy